Selasa, 08 Mei 2012

Kabhi Kushi Kabhi Ghum










We Found Love


Lucky


He won't Go


someone like you-Adele


It's time to say goodbye


narsis-narsis ^_^






BELENGGU CINTA SUAMIQ


Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang kita miliki :


Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.


Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.


Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.


Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.


Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.


Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.


Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.


Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.


Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.


“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.


Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”


“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.


Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.


Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.


Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.


Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.


Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.


Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.


Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.


Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.


Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.


Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.


Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.


Istriku Liliana tersayang,


Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.


Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.


Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.


Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!


Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.


Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.


Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.


Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”


Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu, cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”


Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”


Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”


Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya yang begitu tulus.

*** Pesan Tuk Suami dan calon suami sejagad ***


~ berikan untuk lelakimu ~

1. Kakek berkata, hargai istrimu sebagaimana engkau menghargai ibumu, sebab istrimu juga seorang ibu dari anak2mu.

2. jika marah boleh tidak berbicara dengan istrimu, tapi jgn bertengkar dengannya (membentaknya, mengatainya, memukulnya)

3. jantung rumah adalah seorang istri. Jika hati istri mu tidak bahagia maka seisi rumah akan tampak seperti neraka (tidak ada canda tawa, manja, perhatian). Maka sayangi istrimu agar dia bahagia & kau akan merasa seperti di surga.

4. besar atau kecil gajimu, seorang istri tetap ingin diperhatikan. Dengan begitu maka istrimu akan selalu menyambutmu pulang dengan kasih sayang.

5. 2 org yg tinggal 1 atap (menikah) tidak perlu gengsi, bertingkah, siapa menang siapa kalah. Karena keduanya bukan untuk bertanding melainkan teman hidup selamanya.

6. diluar banyak wanita idaman melebihi istrimu. Namun mereka mencintaimu atas dasar apa yg kamu punya sekarang, bukan apa adanya dirimu. Saat kamu menemukan masa sulit, maka wanita tersebut akan meninggalkanmu dan punya pria idaman lain dibelakangmu.

7. banyak istri yang baik. Tapi diluar sana banyak pria yang ingin mempunyai istri yg baik dan mereka tdk mendapatkannya. Mereka akan menawarkan perlindungan terhadap istrimu. Maka jangan biarkan istrimu meninggalkan rumah karena kesedihan, Sebab ia akan sulit sekali untuk kembali..

8. Ajarkan anak laki2mu bagaiman berlaku thd ibunya, sehingga kelak mereka tahu bagaimana memperlakukan istrinya

*"""-CINTAKU SEDERHANA, HANYA MAMPU MEMBERI*""*


*Cintaku sederhana,dalam kesederhanaan"Cintaku tak berkobar-kobar penuh nafsu"Cintaku sederhana ,dalam keterbatasan"Cintaku tak mengebu-gebu laksana cinta yang semu bergelora diawal,namun redup ditengah jalan

"Cintaku sederhana,namun sanggup mencintaimu apa adanya"Cintaku sederhana namun msmpu menyayangimu dengan tulus"Cintaku sederhana namun hadir saatkau terjatuh

"Cintaku sederhana,namun ada saat kau terluka"Cintaku sederhana namun diikst dengan kesetiaan"Cintaku sederhana,namun terukir dihati yang tulus

"Cintaku penajam imanku"Cintaku penebal keimananku"Cintaku penawar hati dari kelelahan dunia"Cintaku...SEDERHANA HANYA MAMPU MEMBERI


Surat Tanpa Alamat


Empat tahun yang lalu, kecelakaan telah merenggut orang yang kukasihi, sering aku bertanya-tanya, bagaimana keadaan istri saya sekarang di alam surgawi, baik-baik sajakah?

Dia pasti sangat sedih karena sudah meninggalkan seorang suami yang tidak mampu mengurus rumah dan seorang anak yang masih begitu kecil. Begitulah yang kurasakan, karena selama ini saya merasa bahwa saya telah gagal, tidak bisa memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anak saya, dan gagal untuk menjadi ayah dan ibu yang baik untuk anak saya.

Pada suatu hari, ada urusan penting di tempat kerja, aku harus segera berangkat ke kantor, anak saya masih tertidur.
Ohhh... aku harus menyediakan makan untuknya. Karena masih ada sisa nasi, jadi aku menggoreng telur untuk dia makan.
Setelah memberitahu anak saya yang masih mengantuk, kemudian saya bergegas berangkat ke tempat kerja. Peran ganda yang kujalani, membuat energiku benar-benar terkuras.

Suatu hari ketika saya pulang kerja saya merasa sangat lelah, setelah bekerja sepanjang hari.
Hanya sekilas saya memeluk dan mencium anakku, saya langsung masuk ke kamar tidur, dan melewatkan makan malam.

Namun, ketika saya merebahkan badan ke tempat tidur dengan maksud untuk tidur sejenak menghilangkan kepenatan, tiba-tiba saya merasa ada sesuatu yang pecah dan tumpah seperti cairan hangat!
Saya membuka selimut dan... disanalah sumber 'masalah'nya... sebuah mangkuk yang pecah dengan mie instan yang berantakan diseprai dan selimut!

Oh...Tuhan! Saya begitu marah, saya mengambil gantungan pakaian, dan langsung menghujani anak saya yang sedang gembira bermain dengan mainannya, dengan pukulan-pukulan!
Dia hanya menangis, sedikitpun tidak meminta belas kasihan, dia hanya memberi penjelasan singkat:
"Pa, tadi saya merasa lapar dan tidak ada lagi sisa nasi. Tapi Papa belum pulang, jadi saya ingin memasak mie instan.

Saya ingat, Papa pernah mengatakan untuk tidak menyentuh atau menggunakan kompor gas tanpa ada orang dewasa di sekitar, maka saya menyalakan mesin air minum ini dan menggunakan air panas untuk memasak mie. Satu untuk Papa dan yang satu lagi untuk saya.
Karena saya takut mie'nya akan menjadi dingin, jadi saya menyimpannya di bawah selimut supaya tetap hangat sampai Papa pulang. Tapi saya lupa untuk mengingatkan Papa karena saya sedang bermain dengan mainan saya ... Saya minta maaf ya Pa ... " sambil terisak-isak dia menjelaskannya& meminta maaf.

Seketika, air mata mulai mengalir dipipiku ... tetapi, saya tidak ingin anak saya melihat ayahnya menangis maka saya berlari ke kamar mandi dan menangis dengan menyalakan shower di kamar mandi untuk menutupi suara tangis saya.
Setelah beberapa lama, saya hampiri anak saya, memeluknya dengan erat, menciumnya dan meminta maaf karena sudah memukulinya sambil memberikan obat kepadanya atas luka bekas pukulan dipantatnya, lalu saya membujuknya untuk tidur.

Kemudian saya membersihkan kotoran tumpahan mie di tempat tidur. Ketika semuanya sudah selesai dan lewat tengah malam, saya melewati kamar anakku, dan melihat anakku masih menangis, bukan karena rasa sakit di pantatnya, tetapi karena dia sedang melihat foto Mamanya yang dikasihinya.

Satu tahun berlalu sejak kejadian itu, saya mencoba, dalam periode ini, untuk memusatkan perhatian dengan memberinya kasih sayang seorang ayah dan juga kasih sayang seorang ibu, serta memperhatikan semua kebutuhannya.

Tanpa terasa, anakku sudah hampir berumur tujuh tahun, dan akan lulus dari Taman Kanak-kanak. Untungnya, insiden yang terjadi tidak meninggalkan kenangan buruk di masa kecilnya dan dia sudah tumbuh menjadi anak-anak dengan bahagia.

Namun... belum lama, saya sudah memukul anakku lagi, saya benar-benar menyesal....
Guru Taman Kanak-kanaknya memanggilku dan memberitahukan bahwa anak saya absen dari sekolah. Saya pulang kerumah lebih awal dari kantor, saya berharap dia bisa menjelaskan.

Tapi ia tidak ada dirumah, saya pergi mencari di sekitar rumah kami, memangil-manggil namanya dan akhirnya menemukan dirinya di sebuah toko alat tulis, sedang bermain komputer game dengan gembira. Saya marah, membawanya pulang dan menghujaninya dengan pukulan-pukulan. Dia diam saja lalu mengatakan, "Saya minta maaf, ya Pa", tanpa memberi alasan.

Selang beberapa lama aku selidiki, ternyata ia absen dari acara "pertunjukan bakat" yang diadakan oleh sekolah, karena yang diundang adalah siswa dengan ibunya. Dan itulah alasan ketidak hadirannya karena ia tidak punya ibu.....

Beberapa hari setelah penghukuman dengan pukulan rotan, anakku pulang ke rumah memberitahu saya, bahwa disekolahnya mulai diajarkan cara membaca dan menulis. Sejak saat itu, anakku lebih banyak mengurung diri dikamarnya untuk berlatih menulis, yang saya yakin, jika istri saya masih ada dan melihatnya ia akan merasa bangga, tentu saja dia membuat saya bangga juga!

Waktu berlalu dengan begitu cepat, satu tahun telah lewat. Saat ini musim dingin, dan Tahun Baru telah tiba. Semangat Tahun Baru ada dimana-mana juga di hati setiap orang yg lalu lalang. Suara terompet dan bunyi kembang api yg menyala di angkasa terdengar diseluruh pelosok jalan...

Tapi astaga, anakku membuat masalah lagi...
Ketika aku sedang menyelesaikan pekerjaan di hari -hari terakhir kerja, tiba-tiba kantor pos menelpon.
Karena pengiriman surat sedang mengalami puncaknya, tukang pos juga sedang sibuk-sibuknya, suasana hati mereka pun jadi kurang bagus. Mereka menelpon saya dengan marah-marah, untuk memberitahu bahwa anak saya telah mengirim beberapa surat tanpa alamat.

Walaupun saya sudah berjanji untuk tidak pernah memukul anak saya lagi, tetapi saya tidak bisa menahan diri untuk tidak memukulnya lagi, karena saya merasa bahwa anak ini sudah benar-benar keterlaluan.
Tapi sekali lagi, seperti sebelumnya, dia meminta maaf : "Maaf, ya Pa". Tidak ada tambahan satu katapun untuk menjelaskan alasannya melakukan itu.

Setelah itu saya pergi ke kantor pos untuk mengambil surat-surat tanpa alamat tersebut lalu pulang. Sesampai di rumah, dengan marah saya mendorong anak saya ke sudut mempertanyakan kepadanya, perbuatan konyol apalagi ini? Apa yang ada dikepalanya?
Jawabannya, di tengah isak-tangisnya, adalah : "Surat-surat itu untuk Mama.....".

Tiba-tiba mataku berkaca-kaca, tapi saya mencoba mengendalikan emosi dan terus bertanya kepadanya: "Tapi kenapa kamu memposkan begitu banyak surat-surat, pada waktu yang sama?"
Jawaban anakku itu : "Saya telah menulis surat buat Mama untuk waktu yang lama, tapi setiap kali saya mau menjangkau kotak pos itu, terlalu tinggi bagiku, sehingga saya tidak dapat memposkan surat-suratku. Tapi baru-baru ini, ketika saya kembali kekotak pos, saya bisa mencapai kotak itu dan saya mengirimkannya sekali gus".

Setelah mendengar penjelasannya ini, saya kehilangan kata-kata, saya bingung, tidak tahu apa yang harus saya lakukan, dan apa yang harus saya katakan ....
Saya bilang pada anakku, "Nak, Mama sudah berada di surga, jadi untuk selanjutnya, jika kamu hendak menuliskan sesuatu untuk Mama, cukup dengan membakar surat tersebut maka surat akan sampai kepada Mama& jangn lupa bawa di dalam doa ya biar Tuhan menyampaikannya pada Mama. Setelah mendengar hal ini, anakku jadi lebih tenang, dan segera setelah itu, ia bisa tidur dengan nyenyak.

Saya berjanji akan membakar surat-surat atas namanya, jadi saya membawa surat-surat tersebut ke luar, tapi saya jadi penasaran untuk membuka surat-surat tersebut sebelum berubah menjadi abu.
Dan salah satu dari isi surat-suratnya membuat hati saya hancur

'Mama sayang', Saya sangat merindukanmu! Hari ini, ada sebuah acara 'Pertunjukan Bakat' di sekolah, dan mengundang semua ibu untuk hadir di pertunjukan tersebut. Tapi Mama tidak ada, jadi saya tidak ingin menghadirinya juga. Saya tidak memberitahu Papa tentang hal ini karena saya takut Papa akan mulai menangis dan merindukanmu lagi. Saat itu untuk menyembunyikan kesedihan, saya duduk di depan komputer dan mulai bermain game di salah satu toko. Papa keliling-keliling mencari saya, setelah menemukanku Papa marah, dan saya hanya bisa diam, Papa memukul saya, tetapi saya tidak menceritakan alasan yang sebenarnya dan saya tidak membenci Papa meskipun saya dipukulnya, karena saya sangat menyayangi Papa dan saya tahu Papa juga sangat menyayagi saya.

Mama, setiap hari saya melihat Papa merindukanmu, setiap kali dia teringat padamu, ia begitu sedih dan sering bersembunyi dan menangis di kamarnya. Saya pikir kita berdua amat sangat merindukanmu. Terlalu berat untuk kita berdua, saya rasa. Tapi Ma, aku mulai melupakan wajahmu. Bisakah Mama muncul dalam mimpiku sehingga saya dapat melihat wajahmu dan ingat Mama? Temanku bilang jika kau tertidur dengan foto orang yang kamu rindukan, maka kamu akan melihat orang tersebut dalam mimpimu. Tapi Mama, mengapa engkau tak pernah muncul?

Setelah membaca surat itu, tangisku tidak bisa berhenti karena saya tidak pernah bisa menggantikan kesenjangan yang tak dapat digantikan semenjak ditinggalkan oleh istri saya....

Untuk para suami, yang telah dianugerahi seorang istri yang baik, yang penuh kasih terhadap anak-anakmu, selalu berterima-kasihlah setiap hari padanya dan jangan karena hal2 sepele/ kecil membuat sakit hati pasanganmu.
Dia telah rela menghabiskan sisa umurnya untuk menemani hidupmu, membantumu, mendukungmu, memanjakanmu dan selalu setia menunggumu, menjaga dan menyayangi dirimu dan anak-anakmu.

Hargailah keberadaannya, kasihilah dan cintailah dia sepanjang hidupmu dengan segala kekurangan dan kelebihannya, karena apabila engkau telah kehilangan dia, tidak ada emas permata, intan berlian yg bisa menggantikan posisinya.
Begitu pula dengan para istri hal ini juga berlaku bagi anda karena anak-anak anda memerlukan kasih sayang kalian berdua.